Mencairnya es di laut Kutub Utara telah menyebabkan jalur yang
mengelilingi daerah Barat Laut dan Timur laut terbuka bersamaan, ini
adalah pertama kalinya dalam sejarah manusia dapat berlayar
mengelilingi Kutub Utara.
Foto satelit daerah Kutub Utara
yang diumumkan baru-baru ini menunjukkan, es di kutub utara telah
mencair dan menyebabkan jalur Barat Laut dan Timur Laut di kutub utara
terbuka secara bersamaan minggu lalu, ini adalah pertama kalinya
manusia dapat berlayar mengelilingi kutub utara dengan tanpa hambatan
sama sekali, namun hal ini juga menunjukkan bahwa proses pemanasan
global menjadi lebih cepat daripada perkiraan.
Bongkahan es terakhir pun telah lenyap
Harian
Independent Inggris dalam artikelanya pada 31 Agustus lalu
memberitakan, ilmuwan dari Universitas Bremen Jerman telah mengumumkan
sejumlah foto yang telah diambil dari satelit milik NASA yang
menunjukkan bahwa jalur Barat Laut pada akhir pekan minggu lalu telah
terbuka, sementara bongkahan es terakhir yang menutupi jalur yang
menembus Laut Laptev-Siberia mengarah ke Rusia juga telah mencair
beberapa hari setelahnya.
Ini adalah pertama kali-nya kedua jalur
pintas tersebut terbuka setelah 125.000 tahun lamanya, juga merupakan
salah satu fenomena pemanasan global paling mencengangkan yang muncul di
kutub utara selama 1 bulan terakhir ini. Seorang professor tentang
pakar lautan es dari Pusat Informasi Es dan Salju Amerika (NSIDC),
mengatakan, ini merupakan suatu "Kejadian besar bersejarah", dan semakin
lanjut membuktikan bahwa gunung es di kutub utara kemungkinan telah
memasuki "pusaran maut" yang tidak dapat diselamatkan lagi.
Pemanasan global semakin cepat, para ahli terkejut
Minggu
lalu NSIDC pernah mengeluarkan peringatan bahwa dalam beberapa minggu
ke depan jumlah gunung es di kutub utara kemungkinan akan menyusut
bahkan lebih sedikit dari rekor terendah tahun lalu. Ilmuwan asal
Amerika, Moslowski, dalam laporan yang dipublikasikan tahun ini
meramalkan, dalam tempo 5 tahun musim panas di kutub utara bakal tidak
ada es sama sekali, selain itu kecepatan mencairnya es kemungkinan juga
akan bertambah cepat. Hal yang memicu adanya argumen-argumen seperti
ini adalah karena jumlah lapisan es yang mencair di kutub utara telah
mencapai skala yang seharusnya baru akan terjadi pada tahun 2050
mendatang.
Keuntungan transportasi laut, jarak tempuh pelayaran berkurang ribuan mil
Jalur
Barat Laut kutub utara ini melewati Canada, dan jalur Timur Laut
melewati Rusia mengelilingi kutub utara. Tahun 2005 jalur Timur Laut
pernah sekali terbuka, waktu itu jalur Barat Laut masih tetap tertutup,
tahun lalu keadaannya terbalik, dan sekarang kedua jalur itu terbuka
bersamaan. Pihak yang paling mendambakan terjadinya hal ini seharusnya
adalah perusahaan pelayaran, sebab dengan terbukanya kedua jalur ini
akan dapat memperpendek jarak tempuh pelayaran sebanyak ribuan mil.
Terbukanya jalur pelayaran Timur Laut ini telah memperpendek jarak
pelayaran antara Jerman dan Jepang sebanyak 4.000 mil, dan sudah ada
perusahaan pelayaran yang bersiap-siap untuk membuka jalur pelayaran
Timur Laut tahun depan.
Kutub Selatan Mencair, Bongkahan Es Raksasa Terdampar di Australia
Kurang
lebih Seminggu yang lalu Australia dikejutkan dengan terdamparnya
gunung es berdiameter raksasa di wilayah perairan Australia. Bongkahan
es raksasa tersebut diperkirakan berasal dari kutub selatan. Bagaimana
bisa??
Kita mengetahui "Global Warming" memang memberi pengaruh
besar terhadap kehidupan dan bumi kita terlebih dalam 10 tahun
terakhir. Tapi siapa yang menyangka kalau dampak besarnya sudah bisa
terlihat sangat jelas sekarang. Memang dalam beberapa tahun terakhir
sangat banyak dampak-dampak luar biasa dari Global Warming, seperti
meningkatnya suhu global secara drastis, cuaca dan iklim yang semakin
kacau dan sulit untuk diprediksi, El-nino yang semakin sulit untuk
diatasi, meningkatnya permukaan laut, dll.
Namun dampak terbesar
yang baru saja terjadi akhir-akhir ini adalah terdamparnya gunung es di
perairan Australia. Berikut keterangan yang saya kutip dari kompas.com
23 November 2009
Bongkahan
es raksasa yang jumlahnya ratusan bergerak dari Antartika menuju
pulau-pulau di Selandia Baru. Bongkahan es yang besarnya seperti
stadion itu dikhawatirkan Pemerintah Selandia Baru mengancam pelayaran.
Hasil pemotretan satelit menunjukkan, bongkahan besar es baru saja
melewati kawasan pulau Auckland dan menuju pulau utama South Island,
sekitar 450 kilometer arah timur laut.
"Peringatan berlaku bagi
semua kapal di kawasan itu agar waspada terhadap keberadaan bongkahan
es," kata juru bicara kelautan Selandia Baru, Ross Henderson, seperti
dilaporkan AFP. Keberadaan bongkahan es dalam kelompok besar itu
disampaikan ahli gletser dari Divisi Antartika Australia.
Mereka
terus memantau pergerakan bongkahan-bongkahan es tersebut. Menurut
mereka, bongkahan es itu merupakan bagian dari bongkahan raksasa yang
Oktober lalu terlihat di sekitar Pulau Macquarie, Australia.
Saat
itu, dua bongkahan besar—yang pertama selebar dua kilometer dan kedua
sebesar stadion olimpiade Beijing terpantau di sana. Sementara itu,
yang terpantau menuju Selandia Baru hari Senin lalu sudah
terpecah-pecah dalam berbagai ukuran.
Beberapa di antaranya
memiliki lebar 200 meter. "Semua berasal dari satu bongkahan besar,
yang mungkin luasnya 30-an kilometer persegi di Antartika sana," kata
salah satu ahli gletser, Neal Young. Meningkatnya suhu global dan muka
laut karena pemanasan global dituding sebagai penyebabnya.
Setelah
tiga tahun Menurut Neal Young, bongkahan es dalam jumlah besar
terakhir terlihat mengapung di dekat Selandia Baru pada tahun 2006
lalu. Saat itu, hanya berjarak 25 kilometer dari garis pantai—kejadian
pertama setelah tahun 1931.Ia yakin akan semakin sering melihat
kejadian serupa bila suhu global terus meningkat.
Sejumlah ahli
tidak yakin akan hal ini. Berkurangnya luasan es Antartika di Kutub
Selatan telah teridentifikasi beberapa tahun terakhir. Namun,
berkurangnya lapisan es di kawasan Antartika timur dalam jumlah besar,
selama tiga tahun terakhir, dinilai para ahli sebagai "kejutan". Tidak
seperti lapisan es di Antartika barat, yang selama ini dikenal rentan
dan tidak stabil, lapisan es di Antartika timur dikenal sangat stabil.
Menurut
kutipan diatas kutub selatan mulai mencair dan bongkahan2 esnya
memasuki kawasan Australia. Yang membuat saya terkejut adalah Belum
lama ini sebuah foto satelit menangkap sebuah bongkahan dari pecahan
gunung es di Antartika (Kutub Selatan) telah hanyut hingga menuju
perairan Australia sekitar Macquarie Island di ikuti 100 potongan es
kecil menuju arah Selandia Baru.
Diperkirakan
bongkahan es yang ditandai lingkaran merah pada gambar diatas adalah
bongkahan es yang terdampar di perairan Australia baru-baru ini.
Besarnya bongkahan gunung es yang larut terbawa arus tersebut setara
dengan 2 kali luas Hongkong. Ukurannya inilah yang membuat saya
terkejut, bayangkan 2x ukuran Hongkong?!.
Seorang Ahli Gunung Es
Glaciologist Neal Young dikutip AFP mengatakan hal ini pernah terjadi
dahulu kala, namun saat ini siklus ini terjadi kembali. Hongkong
Memiliki Luas 49 km persegi, sedangkan bongkahan gunung es tersebut
memiliki panjang hingga 19, 2 (hampir 20 km) dengan lebar 5 km.
Untuk lebih jelasnya lagi berikut saya berikan beberapa gambar yang bisa saya peroleh.
Gambar diatas adalah gambar bongkahan es raksasa yang baru2 ini terdampar di perairan Australia
Gambar diatas adalah bongkahan es tersebut yang diambil dari satelit
Nah,
ini dia yang membuat kita warga Indonesia patut merasa cemas. Jika
dilihat dari jalurnya seperti gambar diatas, bukan tidak mungkin jika
suatu saat bongkahan2 es tersebut memasuki perairan Indonesia dan
menyebabkan dampak yang negatif.
Semakin banyak es mencair
Walau terpencil dan tidak bersahabat, wilayah kutub sejak lama menarik perhatian para ilmuwan.
Jauh dibawah permukaannya yang beku, kutub menyimpan rahasia kuno bumi, ketika es menutupi sebagian besar permukaan bumi.
Tetapi
bersamaan dengan besarnya keinginan para ilmuwan untuk mempelajari
daerah ini, makin meningkat pula kekuatiran bahwa es di kedua kutub
bumi mencair dengan tingkat yang sangat cepat.Ini jelas terlihat di
laut Artik, lautan yang sangat dingin, yang mengitari Kutub Utara, yang
menimpa es abadi.
Seperti diketahui, di Kutub Utara dan Selatan
terdapat dua jenis, yaitu es musiman, yang terbentuk saat musim dingin
tiba, dan es abadi, yang tebal dan tidak mencair sepanjang tahun.Namun
penelitian selama 10 tahun terakhir menunjukkan penurunan dramatis
dalam es abadi.
Dr. Son Nghiem adalah ilmuwan di badan antariksa
NASA, yang menggunakan pantauan citra satelit untuk menentukan seberapa
banyak es abadi yang cair.
"Yang kami amati adalah penurunan
drastis es abadi dan luas penurunan bisa dikatakan sangat luas. Pada
tahun 2005 terjadi pengurangan hingga 14 persen atau wilayah seluas
Texas maupun Turki," tuturnya.
Pola lama menghilang
Sementara itu laju mencairnya es musiman di kawasan Artik juga semakin meningkat saja dalam satu dasa warsa terakhir ini.
Biasanya
setiap musim gugur, dengan arus dingin yang bergerak, maka daerah yang
mencair biasanya beku kembali. Tetapi pola seperti itu ternyata tidak
terjadi lagi terjadi.
Es musiman yang hilang di musim panas semakin sedikit yang bisa membeku kembali di musim dingin berikutnya.
Dr.
Mark Serreze, seorang ilmuwan khusus yang mengawasi es lautan di
Universitas Colorado, mengatakan asumsinya adalah es Artik akan kembali
muncul di musim dingin.
"Tetapi yang kita lihat sekarang adalah
musim dingin tidak mampu mengembalikan es yang sebelumnya hilang. Kami
melihat sendiri kejadian itu pada tahun 2006," tambahnya.
Pada
Bulan November, menurut Dr. Mark Serreze, kawasan Artik kehilangan 2
juta km2 persegi esnya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Ini menjelaskan kepada kita bahwa sistem yang selama ini ada ternyata tidak lagi mampu menyembuhkan diri," tuturnya.
Mengancam kehidupan
"Salah
satu yang sangat menggoda adalah jalur pelayaran laut Utara karena
akan langsung membawa kapal dari Eropa ke Jepang" - Dr. David Vaughan
Para
ilmuwan mengatakan peningkatan suhu yang disebabkan oleh peningkatan
C02, karbon dioksida, di atmosfir bumi yang menjadi penyebabnya.
Bagaimanapun
ada juga faktor-faktor alam, seperti kencangnya angin yang membawa es
Laut Artik ke lautan yang temperaturnya lebih hangat.
Mencairnya lautan es ini merupakan persoalan hidup mati bagi kehidupan binatang laut di Kutub Utara.
Beruang Kutub, misalnya, seperti menyaksikan dengan mata kepala sendiri habitatnya dimusnahkan.
Situasi
begitu mengkhawatirkan sehingga pemerintah Amerika Serikat akhirnya
mau juga mengakui bahwa pemanasan global yang menjadi penyebab semakin
banyaknya es yang mencair di kutub.
Dan ancamannya bukan terhadap ekosistem semata, tetapi juga pada penduduk asli yang hidup di pinggiran Laut Artik.
Apa yang terjadi belakangan merupakan ancaman bagi cara hidup masyarakat yang telah bertahan ribuan tahun.
Edward Itta, Walikota sebuah kota kecil di Alaska Utara, menjelaskan ancaman al bagi kehidupan mereka.
"Musim
dingin menjadi lebih pendek, kurang menggigit, dan salju cair lebih
awal, sementara lapisan es lebih tipis. Semua ini menyulitkan perburuan
ikan paus, yang menjadi cara hidup kami selama seribu tahun lebih."
Edward Itta yang juga merupakan pemburu ikan paus menegaskan bahwa berburu ikan paus merupakan inti kebudayaan mereka.
Kepentingan ekonomi
Salah satu yang dituding mendorong pemanasan global adalah ketergantungan umat manusia terhadap minyak.
Namun
di sisi lain banyak yang melihat melelehnya es di kawasan kutub
sebagai kesempatan bagus untuk melakukan eksplorasi minyak.
Soalnya, diperkirakan sekitar sisa 25% cadangan minyak dunia diperkirakan ada di dasar Laut Artik.
Dan perusahaan-perusahaan minyak sudah tak sabar untuk melakukan eksplorasi.
Selain
itu melelehnya gunng-gunung es juga dianggap membuka jalur perkapalan
baru, yang diyakini akan memperbaiki perekonomian kawasan.
Dr. David Vaughan dari Badan Penelitian Antartika Inggris mengakui godaan keuntungan ekonomi terlalu kuat untuk diabaikan.
"Salah
satu yang sangat menggoda adalah jalur pelayaran laut Utara karena
akan langsung membawa kapal dari Eropa ke Jepang. Kalau itu terjadi
maka akan menghemat uang dan waktu," katanya.
Selama ini kapal-kapal dari Eropa yang menuju sebagian kawasan Asia harus memutar lewat Terusan Suez.
"Jadi memang ada keuntungan, tetapi juga konsekuensi negatif jelas tidak kalah besarnya dari pemanasan global ini."
40 tahun lagi?
Memang
persoalan Artik pada akhirnya bukan persoalan keilmuan saja, melainkan
juga persoalan kepentingan ekonomi dan teritorial dari beberapa negara
seperti Kanada, Rusia, Amerika Serikat, dan Norwegia.
Bagaimanapun dari bukti ilmiah, jelas bahwa Kutub Utara dan Seladan berada dibawah ancaman perubahan iklim yang hebat.
Dan
kedua daerah ini sangat vital dalam menjaga agar planet tetap dingin
karena es di kutub menjadi perisai bumi dalam menangkis 90% sinar
matahari yang menimpa bumi, dan mengembalikannya ke angkasa luar.
Tetapi kalau es di kutub mencair maka 90% panas sinar matahari akan diserap lautan dan semakin meningkatkan pemanasan global.
Dengan tidak menghentikan tingkat emisi C02 saat ini, diperkirakan es abadi di kutub akan musnah dalam waktu tidak lama lagi.
Jika mengikuti model yang sudah dirancang para ilmuwan, maka es abadi akan meleleh sepenuhnya dalam waktu 40 tahun.
Apakah manusia harus menunggu 40 tahun lagi sebelum menyadari dampaknya bagi kehidupan di bumi?
Es Kutub Utara Mencair
Pertama
kali terjadi setelah 125 ribu tahun, akhirnya es kutub utara mencair,
foto satelit daerah kutub utara menunjukkan jalur Barat Laut dan Timur
Laut di kutub utara terbuka secara bersamaan minggu lalu, ini adalah
pertama kalinya manusia dapat berlayar mengelilingi kutub utara tanpa
hambatan sama sekali, namun hal ini berarti proses pemanasan global
terjadi lebih cepat daripada yang kita bayangkan.
Ilmuan dari
universitas Bremen Jerman mempublikasikan sejumlah foto yang diambil
dari satelit milik NASA yang menunjukkan jalur barat laut telah
terbuka, sementara bongkahan es terakhir yang selama ini menutupi jalur
yang menembus laut Laptev-Siberia mengarah ke Rusia juga telah
mencair. Berita tentang hal ini juga dimuat di harian Independent
Inggris 31 Agustus yang lalu.
Para ilmuan asal Amerika
memperkirakan jika pemanasan global tetap terjadi maka dalam tempo 5
tahun musim panas di Kutub utara bakal tidak ada es sama sekali!,
perkiraan seperti ini bisa muncul karena jumlah lapisan es yang telah
mencair hingga saat ini seharusnya baru akan terjadi pada tahun 2050
mendatang.
Pada tahun 2005 jalur Timur Laut pernah sekali
terbuka, tetapi jalur Barat Laut waktu itu tetap tertutup, dan tahun
2006 keadaannya berbalik, tetapi pada tahun ini kedua jalur tersebut
terbuka secara bersamaan. Pihak yang paling mendambakan terjadinya hal
ini adalah perusahaan pelayaran, sebab dengan terbukanya kedua jalur
ini akan dapat memperpendek jarak tempuh pelayaran sebanyak ribuan mil.
Terbukanya
jalur ini memperpendek jarak pelayaran antara Jerman dan Jepang
sebanyak 4.000 mil dan sudah ada perusahaan pelayaran yang bersiap-siap
untuk membuka jalur pelayaran melalui rute ini tahun depan.
Wow
suatu saat nanti ketika bumi penuh bencana alam karena efek pemanasan
global ini, sebegitu pentingkah harta yg sekarang kita kumpulkan dengan
cara yang tidak baik untuk bumi kita ini ???
Lebih dari 2 Triliun Ton Es Kutub Mencair
LEBIH
dari dua triliun ton es di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair sejak
tahun 2003. Hasil pengukuran menggunakan data pengamatan satelit GRACE
milik NASA itu menunjukkan bukti terbaru dampak dari pemanasan global.
"Antara
Greenland, Antartika, dan Alaska, pencairan lapisan es telah
meningkatkan air laut setinggi seperlima inci dalam lima tahun
terakhir," kata Scott Luthcke, geofisikawan NASA.
Dari pengukuran
tersebut, lebih dari setengahnya adalah es yang sebelumnya ada di
Greenland. Selama lima tahun, es yang mencair dari Greenland tersebut
mengalir ke Teluk Chesapeake dan mengalir ke laut lepas. Bahkan menurut
Luthcke, pencairan es di Greenland akan berlangsung semakin cepat.
Mencairnya
es di daratan sebenarnya tak berpengaruh langsung terhadap kenaikan
muka air laut di seluruh dunia seperti mencairnya lautan beku. Pada
tahun 1990-an, pencairan es di Greenland tidak menyebabkan peningkatan
air laut yang berarti.
"Namun, saat ini Greenland turut
meningkatkan setengah milimeter tingkat air laut per tahun," kata
ilmuwan es NASA Jay Zwally. "Pencairan terus memburuk. Ini menunjukkan
tanda yang kuat dari pencairan dan amplifikasi. Tidak ada perbaikan
yang terjadi," lanjut Zwally.
Para ilmuwan NASA mempresentasikan
temuan baru mereka pada konferensi American Geophysical Union di San
Fransisco minggu lalu. Dengan menganalisis perubahan iklim, secara umum
para ilmuwan akan melihat yang terjadi beberapa tahun untuk menentukan
tren secara keseluruhan.
Betapa Dahsyat Bila Kutub Es Mencair
Dampak
efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global bukan
permainan kata untuk menakut-nakuti manusia. Selain akan terjadi hujan
asam, di hampir sebagian besar belahan dunia, dampak paling buruk
peristiwa memantulnya sinar matahari sebelum sampai ke bumi, yaitu
mencairnya dataran es di dua kutub. Akibatnya jangan tanya. Gelombang
pasang air laut akan segera menyapu separuh daratan se jagad raya.
Peneliti
di Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat, NASA dan National Snow
and Ice Data Center di Colorado, menipisnya lapisan es di Kutub Utara,
melansir temuan yang membuat kita was-was. Lapisan es di Kukub Utara
yang tadinya setebal 680.400 kilometer persegi menyusut drastis 43
persen dibanding tahun lalu. "Tahun lalu jumlah es dengan struktur
bentukan kategori muda berkisar 70 persen, saat ini telah mencapai 90
persen," kata peneliti Ice Data Center, Walt Meier.
Padahal,
masih menurut para peneliti ahli, pada musim dingin bertambah 15 juta
meliputi 150.000 kilometer persegi. Atau sekitar 720.000 kilometer
persegi lebih kecil dibandingkan dengan kondisi rata-rata daratan es di
wilayah Kutub utara pada tahun 1979 dengan tahun 2000.
Kondisi
semacam itu, papar Meier dalam makalahnya, menyebabkan air laut
meninggi dan akan menyapu hampir sebagian luas daratan pantai di
belahan bumi. Bisa dibayangkan bila ketebalan es tiga meter atau lebih
yang berada di Kutub Utara tiba-tiba mencair bersamaan akibat pemanasan
global, berapa meter persegi luas daratan terendam. "Kita tidak siap
menghadapi hal-hal terburuk ketika bencana itu datang pada musim panas
tahun depan. Kita benar-benar dalam situasi yang sangat genting saat
ini," ujarnya.
Peringatan bernada mengancam dari para ilmuwan itu
bukanlah mengada-ada. Sebab mereka memiliki data akurat tentang proses
melelehnya es di belahan Kutub Utara. Kecerobohan para pemilik modal
di negara-negara industrialis dituding menjadi salah satu penyebab
utama melelehnya lapisan es di Kutub Utara maupun Selatan.
Mereka
dituduh menjadi salah satu pelaku perusakan ekosistem global yang
mengakibatkan temperatur planet bumi semakin bertambah panas setiap
tahun. Mestinya, papar peneliti dan sekaligus Manager Program Wilayah
Kutub NASA Tom Wagner, mereka menyadari fungsi bongkahan es di dua
Kutub Utara-Selatan sebagai pemantul sinar matahari dari Bumi.
"Mestinya
mereka menyadari kalau bongkahan daratan es, yang menyerupai lautan,
sebenarnya berfungsi sebagai pemantul alami sinar matahari dari Bumi.
Kalau esnya mencair, sinar matahari tidak akan terpantulkan kembali ke
udara. Dengan demikian panas matahari akan langsung terserap oleh
lautan dan menambah panas temperatur planet," tandas Tom.
Kecepatan
melelehnya bongkahan es di Kutub Utara juga dialami di belahan Kutub
Selatan. Bahkan tidak sampai puluhan tahun, bongkahan "cadas es" yang
kokoh di kutub ini telah lenyap disapu panas. Cadas es yang dulunya
merupakan tonggak keperkasaan Kutub Selatan di ujung bumi wilayah
Selatan tampaknya tidak tahan terhadap gempuran sinar matahari. Tidak
hanya itu, gletser di daerah tebing pegunungan es Kutub Selatan pun
juga ikut-ikutan mencair terimbas pemanasan global. Kondisi semacam,
ujar peneliti kawasan kutub dari Inggris, tentu sangat memprihatinkan.
"Apalagi
daerah Wordie Ice Shelf yang rontok sejak tahun 1960-an, juga telah
lenyap dari pandangan mata. Selain itu ditemukan di bagian Utara
"Larsen Ice Shelf" juga telah raib. Sementara itu luas daratan es
sekitar 8.300 kilo meter persegÃ, kini mulai terpisah dari induknya
"Larsen Shelf" sejak tahun 1986 lalu," tulis laporan ilmiah US Global
Survey (USGS) dan British Antartic Survey.
Keadaan mencemaskan
itu tak urung mengundang kecemasan kalangan pemerintah Amerika Serikat,
Australia dan Ingris sebagai negara industrialis perusak lingkungan
terbesar dunia. Menteri Dalam Negeri AS Ken Salazar dalam suatu
kesempatan dalam pertemuan kepala pemerintahan negara-negara maju di
London baru-baru ini, ia mengungkapkan kecemasannya mengenai pemanasan
global.
"Berkurangnya gletser di dua kutub yang sangat cepat,
memperlihatkan ancaman nyata yang sedang dialami planet kita. Kita
tidak memperkirakan perubahan ekosistem global lebih cepat dari yang
diperkirakan sebelumnya. Salah satu solusi mengerem dampak yang jauh
lebih besar, kita harus segera menghentikan efek rumah kaca," kata Ken
Salazar.
Imbauan Ken Salazar, sebagai Menteri Dalam Negeri AS,
tentunya tidak ngawur begitu saja. Sebab jauh-jauh hari, peneliti
gletser ternama dari US Global Survey (USGS) telah mewanti-wanti tidak
lama lagi gletser akan segera mencair dengan kecepatan tak terpikirkan
oleh manusia sebelumnya. "Kecepatan gletser mencair akibat pemanasan
global jauh dari perkiraan para ahli. Bahkan jauh lebih besar dari
perhitungan kami," ujar Jane Ferrigno.
Itulah sebabnya dalam
pertemuan para pemimpin negara-negara maju dunia baru-baru ini sepakat
untuk menekan emisi buangan yang dapat memperparah efek rumah kaca.
Sebab bila tidak dilakukan, efek yang jauh lebih besar tentu akan
melanda benua Australia dan dataran lain di kawasan Asia. "Kalau ini
terjadi, Australia dan dataran lain negara-negara di kawasan Asia akan
tersapu air pasang laut yang sangat dahsyat," kata Mc Kahin peneliti
senior kawasan Antartika.
Laporan lain yang menguatkan efek
mencairnya lapisan es di dua kutub Utara-Selatan dalam waktu dekat
datang dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang
dilansir di jurnal Geophysical Letters. Para ahli yang tergabung dalam
NOAA memperkirakan es di Kutub Utara diperkirakan akan mencair
seluruhnya dalam waktu tidak terlalu lama lagi.
"Kalau tidak ada
upaya pencegahan pemanasan global, es di Kutub Utara dapat dipastikan
akan meleleh lebih cepat dari waktu yang diperkirakan sebelumnya. Tidak
akan lama lagi akan terjadi," ujar peneliti kepala Ekspedisi Kutub
Utara Jane Ferrigno.
Dalam pertemuan UN Climate Panel
memproyeksikan temperatur atmosfer dunia akan naik 1,8 sampai 4,0
deratjat celsius akibat buangan gas rumah kaca. Bila hal ini dibiarkan
terus, ujar Jane Ferrigno, akibat yang lebih dahsyat akan terjadi
melibihi bencana badai Tsunami beberapa waktu lalu.
"Bila tidak
dicegah, bisa jadi badai Tsunami akan kalah dahsyat dengan efek yang
ditumbulkan mencairnya lapisan es di dua kutub. Selain banjir, kemarau
menyengat dan gelombang arus panas disertai badai akan menyapu dataran
rendah di beberapa belahan dunia. Sementara itu gletser dan lapisan es
mencair, keadaan itu dapat menaikkan seluruh permukaan air samudra dan
merendam daerah dataran rendah," tandasnya.